Lelaki tua itu mengayunkan cangkulnya, membenamkan dalam-dalam ke kulit bumi. Sejengkal demi sejengkal tanah terbelah…. Begitu Peter A. Rohi melukiskan aktivitas Riwu Ga dalam bukunya, “Riwu Ga, 14 Tahun Mengawal Bung Karno, Kako Lami Angalai?”. Siapakah Riwu? Dialah pelayan sekaligus pengawal setia Bung Karno, sejak era pembuangan di Ende tahun 1934 hingga Indonesia merdeka 1945.
Nama ini tak pernah disebut-sebut dalam sejarah perjalanan bangsa. Rupanya, memang Riwu sendiri yang menghendaki begitu. Tak lama setelah Indonesia merdeka, Riwu pamit kepada Bung Karno untuk pulang ke Pulau Sabu, Timor, tanah kelahirannya. Sejak itu, ia tak pernah sekalipun bercerita, ihwal peran pentingnya mengawal dan melayani Bung Karno.
Tidak heran, ketika penulis Peter A. Rohi mengunjunginya di tengah hutan gewang, di ladang jagung miliknya, ia tengah giat mencangkul, meski usianya sudah 70-an tahun. Padahal, pada hari itu, kantor-kantor desa, kecamatan, hingga Istana Negara, tengah melangsungkan upacara peringatan proklamasi kemerdekaan, 17 Agustus.
Di desanya, tidak seorang pun mengetahui peran Riwu dalam gelar sejarah bangsa. Tidak kepala desa, tidak camat, tidak bupati, bahkan gubernur NTT sendiri tidak tahu ihwal sejarah Riwu. Meski begitu, sedikit pun tak ada gurat penyesalan dalam wajahnya. “Merah-putih itu ada di dalam hati ini,” ujar Riwu, memaknai seremoni 17 Agustus.
Bisa jadi, Riwu adalah sepenggal sejarah yang terlepas. Akan tetapi, Riwu-lah sang terompet proklamasi di Jakarta pada hari 17 Agustus 1945. Ia ingat persis peristiwa hari itu. Tidak lama setelah Bung Karno membacakan teks proklamasi, ia dipanggil, “Angalai (sahabat), sekarang giliran angalai,” lalu Bung Karno melanjutkan instruksinya, “sebarkan kepada rakyat Jakarta, kita sudah merdeka. Bawa bendera.”
Riwu sangat bangga mendapat perintah Bung Karno itu. Walaupun situasi kota Jakarta sungguh mencekam. Secara resmi, Jepang tidak atau belum mengakui kemerdekaan kita. Di jalan-jalan protokol tampak para serdadu kenpetai (tentara Jepang), yang bisa saja mencegat, melarang, atau bahkan menembaknya. Sedikit pun Riwu tak gentar. Ia harus menyebarkan berita kemerdekaan itu dengan berkeliling kota Jakarta, membawa bendera, seperti perintah Bung Karno.
Untuk tugas itu, ia dibantu Sarwoko, adik Mr. Sartono. Sarwoko mengemudikan mobil jip terbuka. Sementara Riwu berdiri sambil melambai-lambaikan bendera merah putih, dan berteriak-teriak sepanjang jalan. Mula sekali ia berteriak, “Kita sudah merdekaaaaa…..” tapi sambutan masyarakat di pinggir jalan dingin. Entah shock, entah tidak percaya, atau mungkin menanggap Riwu adalah seorang pemuda “gila” yang sedang mencari mati.
Demi melihat masyarakat bengong, Riwu berteriak lagi, dengan sangat meyakinkan, “Kita sudah merdekaaaa… merdekaaa… merdekaaa…. Kita sudah merdekaaa… merdekaaa… merdekaaa….” Barulah rakyat menyambutnya dengan teriakan yang sama, “Kita sudah merdekaaa… merdekaaa… merdekaaa…” sambil tangan kanan mengepal meninju angkasa. Bahana merdeka menggema di sepanjang jalan sahut-menyahut, disusul tangis histeris sebagian orang.
Begitulah. Jumat, 17 Agustus 1945, Riwu dan Sarwoko berkeliling kota Jakarta mengabarkan proklamasi yang baru saja diucapkan Bung Karno (dan Bung Hatta) atas nama seluruh bangsa Indonesia.
(sumber: www.rosodaras.wordpress.com)
Home »
News »
pejuang ende »
pejuang proklamasi »
pembawa bendera kemerdekaan »
Peristiwa »
proklamasi »
riwu ga »
Riwu Ga pejuang proklamasi »
Tokoh »
Riwu Ga, Sang Terompet Proklamasi
Riwu Ga, Sang Terompet Proklamasi
Tags :
News,
pejuang ende,
pejuang proklamasi,
pembawa bendera kemerdekaan,
Peristiwa,
proklamasi,
riwu ga,
Riwu Ga pejuang proklamasi,
Tokoh
Related : Riwu Ga, Sang Terompet Proklamasi
Buku sejarah
Bung Hatta
Foto
GBK
Habibie
Inspirasi Habibie
Jasmerah
Kutipan Habibie
Mesjid bersejarah
News
PKI
Peristiwa
Sejarah Koran
Sejarahnya Dunia
Situs sulawesi
Supriyadi
Tan Malaka
Tempat
Tokoh
ananta toer
band indonesia
band tertua
barang antik
bencana alam
bogor
budaya bali
bung karno
danau toba
evan dimas
gudeg jogja
gunung kelud
gunung merapi
gunung salak
gunung semeru
gunung sindoro
gus dur
gus mus
hari pendidikan
hari pers
ibu tien
jakarta
jalan pahlawan
jembrana bali
jendral soedirman
kaharingan
kata pahlawan
kediri
kejawen jawa
kerajaan aceh
kerajaan hitu
kerajaan kediri
kerajaan maluku
kerajaan trumon
kesultanan aceh
kisah soeharto
kisah unik
kopi indonesia
kota malang
kota surabaya
kutipan inspiratif
leak bali
legenda indonesia
letusan kelud
mistis
mistis indonesia
monumen pers
museum purbakala
museum tertua
pantai indonesia
pejuang ende
pidato soekarno
pmii
proklamasi
pusaka mistis
sejara unik
sejarah NU
sejarah PMII
sejarah amerika
sejarah bahasa
sejarah bali
sejarah band
sejarah bandara
sejarah bogor
sejarah cilacap
sejarah dunia
sejarah gudeg
sejarah indonesia
sejarah inggris
sejarah jembrana
sejarah kalimantan
sejarah kediri
sejarah kerajaan
sejarah makassar
sejarah malang
sejarah maluku
sejarah monas
sejarah museum
sejarah papua
sejarah pluit
sejarah ppki
sejarah unik
semarang
singapura
situs bersejarah
situs sejarah
soeharto
soekarno
surabaya
tanam paksa
tempat mistis
usman harun
wali kota risma